Proses Pernapasan pada Manusia-
Agar mendapatkan suplai oksigen yang segar, udara di dalam paru-paru
harus diganti secara konstan. Hal ini terjadi ketika proses pernapasan
berlangsung. Proses pernapasan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap
inspirasi dan tahap ekspirasi.
1. Fase Inspirasi dan Ekspirasi. Inspirasi merupakan proses ketika udara masuk ke dalam saluran pernapasan, sedangkan ekspirasi merupakan
proses ketika udara keluar dari saluran pernapasan. Inspirasi terjadi
ketika kita menghirup napas dan ekspirasi terjadi ketika kita
mengembuskan napas atau mengeluarkan udara dari paru-paru kita. Terdapat
dua macam pernapasan, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
Apakah perbedaannya?
Inspirasi terjadi ketika otot
antartulang rusuk berkontraksi. Tulang rusuk akan terangkat dan rongga
dada membesar. Tekanan udara di dalam rongga dada menurun sehingga
terjadi aliran udara dari lingkungan ke dalam saluran pernapasan.
Ekspirasi terjadi ketika otot antartulang rusuk mengendur (relaksasi)
yang menyebabkan mengecilnya rongga dada. Pernapasan seperti ini disebut
pernapasan dada. Pada pernapasan perut,
selama inspirasi otot diafragma berkontraksi sehingga posisi permukaan
diafragma menjadi mendatar. Akibatnya, volume rongga dada dan paru-paru
membesar. Membesarnya volume paru-paru menyebabkan tekanan udara di
dalamnya menjadi lebih rendah daripada tekanan udara di luar paru-paru
sehingga udara masuk ke paru-paru. Sebaliknya, selama ekspirasi, otot
diafragma mengalami relaksasi sehingga menyebabkan posisi permukaan
diafragma menjadi melengkung ke atas. Akibatnya, volume rongga dada dan
rongga paru-paru menjadi mengecil sehingga tekanan udara di dalam
paru-paru lebih tinggi daripada tekanan udara di luar paru-paru.
Perbedaan tekanan udara ini menyebabkan keluarnya udara dari dalam
paru-paru.
Gambar 7.3 Ketika terjadi inspirasi, otot diafragma berkontraksi, ekspirasi otot diafragma berelaksasi.
2. Volume Udara dalam Paru-paru. Volume udara di dalam paru-paru dapat dibedakan menjadi volume tidal, volume komplementer, volume suplementer, kapasitas vital, dan volume residual.
a. Volume tidal (500 mL): volume udara yang dihirup dan dikeluarkan pada keadaan istirahat.
b. Volume suplemen (±1.500 mL): volume udara yang masih dapat dikeluarkan setelah ekspirasi biasa (tidal).
c. Volume komplemen (±3.000 mL): volume udara yang masih dapat dihirup setelah inspirasi biasa (tidal).
d. Volume residu (±1.200 mL): volume
udara yang tersisa setelah melakukan ekspirasi maksimal. Volume residu
tidak dapat dikeluarkan dengan ekspirasi biasa. Volume residu disebut
juga dengan udara cadangan.
e. Kapasitas vital (±5.000 mL): jumlah
volume total dari volume tidal, volume suplemen, dan volume komplemen.
Dengan kata lain, kapasitas vital adalah volume maksimal udara yang
dapat dihembuskan setelah inspirasi maksimal.
f. Kapasitas total paru-paru: jumlah volume residu ditambah kapasitas vital paru-paru.
Ketika kita mengembuskan napas
semaksimal mungkin, tidak semua udara keluar dari paru-paru kita. Volume
udara yang tersisa ini sangat bervariasi pada setiap individu. Volume
udara yang tetap berada di dalam paru-paru ini disebut volume residual. Jadi, jika volume residual dijumlahkan dengan kapasitas vital, hasilnya adalah kapasitas total paru-paru.
Gambar 7.4 Volume udara di dalam paru paru
3. Kecepatan Bernapas. Sistem
pernapasan tidak terlepas dari pengaturan oleh sistem saraf. Kita dapat
menahan napas selama beberapa menit. Namun, kemudian kita akan
merasakan dorongan yang sangat kuat untuk menarik napas. Bagian otak
yang berperan dalam mengatur pernapasan adalah bagian medula oblongata (Gambar 7.5). Ketika kandungan O2 dalam darah sedikit, medula oblongata akan mengirimkan impuls kepada otot tulang rusuk atau diafragma untuk berkontraksi.
Gambar 7.5 Bagian otak yang berperan dalam mengatur pernapasan adalah medula oblongata.
Ketika darah banyak mengandung CO2,
pH darah akan mengalami perubahan. Perubahan pH ini dideteksi oleh
medula oblongata. Sebagai respons, medula oblongata mengirimkan impuls
pada otot tulang rusuk untuk berkontraksi lebih cepat atau lebih pendek
sehingga volume rongga dada menjadi lebih besar dan napas menjadi lebih
dalam. Dengan demikian, lebih banyak oksigen yang dapat diikat oleh
darah dalam kapiler. Selain medula oblongata, bagian lain dari sistem
saraf yang ikut mengatur pernapasan adalah bagian pons varoli di otak. Pada umumnya, laju pernapasan sesuai dengan laju penambahan karbon dioksida dalam darah atau laju pengurangan oksigen
dalam darah dan jaringan. Hal tersebut dipengaruhi oleh jenis
aktivitas. Ketika melakukan aktivitas berat, kita akan terengah-engah.
Hal tersebut terjadi karena peningkatan metabolisme dalam jaringan, terutama otot sehingga terjadi peningkatan kadar karbon dioksida dalam darah.
Gambar 7.6 Struktur hemoglobin
4. Fase Pertukaran Udara di Jaringan Tubuh dan Paru-paru. Pada
prinsipnya, pertukaran gas yang terjadi di jaringan tubuh dan paruparu
terjadi secara difusi mengikuti perbedaan tekanan. Udara yang sampai
alveoli memiliki tekanan O2 yang lebih tinggi dan tekanan CO2
yang lebih rendah dibandingkan dengan darah dalam pembuluh arteri yang
melewati alveoli. Jika tekanan udara 1 atmosfer (760 mmHg), dan volume O2 adalah 21%, tekanan parsial O2 (PO2)
di udara bebas adalah 0,21 x 760 mmHg, yaitu sekitar 160 mmHg.
Sementara itu, tekanan parsial CO2 (PCO2) diketahui adalah sekitar 0,23
mmHg. Akibatnya, O2 dari udara berdifusi melewati epitel alveoli dan kapiler ke dalam darah di dalam kapiler (Campbell, 1998: 845).
Dalam darah, oksigen diikat oleh hemoglobin.
Hemoglobin adalah protein yang terdiri atas hemin dan globin. Hemin
memiliki unsur besi (Fe) yang menjadi pusat dari molekul hemoglobin.
Dalam unsur besi ini, terjadi pengikatan oksigen (proses oksigenasi)
sehingga terbentuk oksihemoglobin (HbO2). Setiap molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul O2 (Gambar 7.6). Namun, kemampuan mengikat oksigen ini bergantung pada tekanan oksigen (tekanan udara) di lingkungan luar.
Gambar 7.7 pertukaran gas di jaringan tubuh dan paru-paru terjadi secara difusi mengikuti perbedaan tekanan.
Pada saat yang bersamaan dengan difusi oksigen, terjadi juga difusi CO2
dengan arah yang berlawanan, yaitu dari darah ke udara dalam rongga
alveoli. Ketika darah meninggalkan kapiler di alveoli, darah tersebut
telah memiliki tekanan O2 yang lebih tinggi dan tekanan CO2
yang lebih rendah. Jantung memompa darah dari paru-paru ke seluruh
tubuh. Pertukaran gas di dalam jaringan terjadi dengan prinsip yang sama
dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Jaringan (sel) memiliki tekanan
CO2 yang lebih tinggi dan tekanan O2 yang lebih rendah dibandingkan dengan darah. Penumpukan CO2
terjadi sebagai akibat dari metabolisme sel. Perbedaan tekanan
menyebabkan oksigen dalam darah dilepaskan dari oksihemoglobin. Karbon
dioksida dalam sel akan berdifusi keluar darah. Akibat perbedaan tekanan
parsial dan kelarutan, kurang dari 5% CO2 akan tetap berada dalam sel. Di dalam darah, CO2 dapat bereaksi dengan H2O dan membentuk asam karbonat (H2CO3). Asam karbonat juga dapat berdisosiasi menjadi asam bikarbonat (HCO3–) dengan melepaskan satu atom H+. Atom hidrogen tersebut kemudian ditangkap oleh hemoglobin. Sebagian kecil CO2, yaitu sekitar 30%, berikatan dengan salah satu protein dalam hemoglobin. Sementara itu, 65% CO2 diangkut dalam bentuk ion HCO3– melalui
proses berantai yang disebut dengan proses pertukaran klorida. Dengan
bantuan enzim karbonat anhidrase dalam eritrosit, CO2 bereaksi dengan H2O membentuk asam karbonat (H2CO3). Asam karbonat dapat berdisosiasi menjadi asam bikarbonat (HCO3–) dengan melepaskan satu atom H+. Asam bikarbonat akan keluar dari eritrosit ke plasma darah. Kedudukan ion bikarbonat akan digantikan oleh ion Cl–. Dinamika pengikatan dan pelepasan antara asam karbonat dan ion Cl– dengan ion H+ menyebabkan perubahan pada sistem buffer pada darah dan turunnya pH darah. Reaksinya sebagai berikut.
H2O + CO2 → H2CO3 → HCO3– + H+
Ketika darah sampai ke paru-paru, terjadi reaksi yang sama hanya saja dengan arah yang berlawanan.
HCO3– + H+ → H2CO3 → H2O + CO2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar